EMIR (Imprint Penerbit Erlangga) meluncurkan buku Belajar Kepada Kiai Sahal karya Ahmad Muchlishon Rochmat pada hari ketiga Islamic Book Fair 2023, di Istora Senayan, Jakarta pada Kamis (21/9).
Nama Kiai Sahal Mahfudh (Kiai Sahal Mahfudz) merupakan tokoh Islam Tanah Air yang identik sebagai penggagas fikih sosial. Ia menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2000-2014 dan menjadi Rais Aam Syuriah PB Nahdlatul Ulama pada tahun 1999 hingga 2014.
Namun di mata Ahmad Muchlishon Rochmat yang kala itu sedang mengerjakan tesis untuk kuliahnya di Jurusan Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sosok Kiai Sahal jarang tersorot sebagai tokoh pendidikan Islam.
Padahal selama hidupnya, Kiai Sahal aktif dalam pendidikan Islam dengan menjadi pengasuh pondok pesantren Maslakul Huda Pati, direktur Lembaga pendidikan Islam, juga rektor perguruan tinggi Islam Institut Islam Nadlatul Ulama Jepara.
“Setelah membaca dan menganalisis tulisan serta menggali kepemimpinan Kiai Sahal, ternyata pemikiran beliau sangat visioner. Ada pemikiran dan kebijakan pada masa itu tampak tidak masuk akal tapi ternyata sangat relevan di zaman sekarang,” ungkap Ahmad Muchlishon saat diwawancarai Farah.id usai peluncuran buku Belajar Kepada Kiai Sahal di Istora Senayan (21/9).
Ahmad Muchlishon Rochmat (paling kiri) dalam talkshow bersama Mohamad Syafiq Alielha, K.H. Sholahuddin Al-Aiyub, M.Si., Hj. Tutik Nurul Jannah, dan moderator di panggung utama IBF 2023/Dok. Erlangga
“Misalnya, Kiai Sahal memberlakukan SK (Surat Keputusan) untuk para ustaz di pesantren, yang pada tahun 1960-an dianggap tidak lazim. Untuk apa harus punya SK untuk mengajar di pesantren? Banyak juga ustaz tidak setuju karena menganggap SK akan mengurangi kadar keikhlasan mereka dalam mengajar. Namun menurut Kiai Sahal, SK penting untuk tertib administrasi hingga penyusunan kurikulum,” imbuhnya.
Pemikiran visioner juga terlihat dari bagaimana Kiai Sahal mendorong para pengajar di pesantrennya untuk menguasai komputer. Sementara di tahun 1990-an, teknologi komputer masih terbilang asing terutama di pesantren yang ada di pelosok kampung.
Lantas apa manfaat buku ini bagi masyarakat luas, terutama umat Islam?
“Buku Belajar Kepada Kiai Sahal menjadi syiar bahwa pendidikan Islam adalah alternatif yang perlu diperhatikan di era sekarang. Saya ingin mengampanyekan bahwa pendidikan Islam sangat penting bagi generasi saat ini. Dan yang perlu diingat, pendidikan Islam harus komprehensif mencakup fisik (akal), rasio, spiritual, dan mental,” ujar penulis buku yang juga seorang wartawan ini.
Menurut Ahmad Muchlishon, saat ini salah satu tantangan yang dihadapi bidang pendidikan Islam adalah komersialisasi, terlihat dari semakin banyaknya sekolah Islam elite. Padahal tujuan dari pendidikan Islam jauh lebih besar dari sekolah dengan fasilitas lengkap bertarif mahal.
“Tujuan pendidikan Islam sejatinya untuk mencerdaskan dan mempersiapkan manusia menjadi khalifah Allah dan siap mengemban amanah. Ada dua amanah manusia menurut Kiai Sahal yaitu beribadah kepada Allah dan memakmurkan dunia ini. Dan tujuan pendidikan adalah demi kebahagiaan dunia dan akhirat,” tegasnya.
Dan ketika kita berbicara tentang pendidikan, tentu tak lepas dari peran seorang guru.
Ahmad Muchlison menjelaskan bahwa hubungan antara guru dan murid menurut Kiai Sahal diibaratkan orang yang sedang menuang air ke botol, dengan bermacam-macam bentuk dan ukuran mulut botol. Artinya, seorang guru harus bisa mengenali karakter muridnya, termasuk tingkat kecerdasannya, agar ilmu yang disampaikan dapat diserap dengan baik.
“Untuk para guru, semoga selalu bersemangat menyebarkan ilmu untuk murid-murid, jangan malas belajar karena Kiai Sahal juga terus belajar. Teruslah mengembangkan diri dan merespons apa yang ada di sekeliling, termasuk teknologi. Intinya, jangan berhenti belajar,” pungkas Ahmad Muchlison.
KOMENTAR ANDA